Laman

Selasa, 27 Desember 2011

pengolahan dan pemanfaatan limbah tekstil

PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN LIMBAH TEKSTIL
APAKAH LIMBAH TEKSTIL ITU ?
Limbah tekstil merupakan limbah yang dihasilkan dalam proses pengkanjian, proses penghilangan kanji, penggelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnaan, pencetakan dan proses penyempurnaan. Proses penyempurnaan kapas menghasil kan limbah yang lebih banyak dan lebih kuat dari pada limbah dari proses penyempurnaan bahan sistesis.
Gabungan air limbah pabrik tekstil di Indonesia rata-rata mengandung 750 mg/l padatan tersuspensi dan 500 mg/l BOD. Perbandingan COD : BOD adalah dalam kisaran 1,5 : 1 sampai 3 : 1. Pabrik serat alam menghasilkan beban yang lebih besar. Beban tiap ton produk lebih besar untuk operasi kecil dibandingkan dengan operasi modern yang besar, berkisar dari 25 kg BOD/ton produk sampai 100 kg BOD/ton. Informasi tentang banyaknya limbah produksi kecil batik tradisional belum ditemukan.

PROSES PEMBUATAN TEKSTIL
Serat buatan dan serat alam (kapas) diubah menjadi barang jadi tekstil dengan menggunakan serangkaian proses. Serat kapas dibersihkan sebelum disatukan menjadi benang. Pemintalan mengubah serat menjadi benang. Sebelum proses penenunan atau perajutan, benang buatan maupun kapas dikanji agar serat menjadi kuat dan kaku. Zat kanji yang lazim digunakan adalah pati, perekat gelatin, getah, polivinil alkohol (PVA) dan karboksimetil selulosa (CMC). Penenunan, perajutan, pengikatan dan laminasi merupakan proses kering.
Sesudah penenunan serat dihilangkan kanjinya dengan asam (untuk pati) atau hanya air (untuk PVA atau CMC). Penghilangan kanji pada kapas dapat memakai enzim. Sering pada waktu yang sama dengan pengkanjian, digunakan pengikisan (pemasakan) dengan larutan alkali panas untuk menghilangkan kotoran dari kain kapas. Kapas juga dapat dimerserisasi dengan perendaman dalam natrium hidroksida, dilanjutkan pembilasan dengan air atau asam untuk meningkatkan kekuatannya.
Penggelantangan dengan natrium hipoklorit, peroksida atau asam perasetat dan asam borat akan memutihkan kain yang dipersiapkan untuk pewarnaan. Kapas memerlukan pengelantangan yang lebih ekstensif daripada kain buatan (seperti pendidihan dengan soda abu dan peroksida).
Pewarnaan serat, benang dan kain dapat dilakukan dalam tong atau dengan memakai proses kontinyu, tetapi kebanyakan pewarnaan tekstil sesudah ditenun. Di Indonesia denim biru (kapas) dicat dengan zat warna. Kain dibilas diantara kegiatan pemberian warna. Pencetakan memberikan warna dengan pola tertentu pada kain diatas rol atau kasa.
SUMBER LIMBAH
Larutan penghilang kanji biasanya langsung dibuang dan ini mengandung zat kimia pengkanji dan penghilang kanji pati, PVA, CMC, enzim, asam. Penghilangan kanji biasanya memberi kan BOD paling banyak dibanding denganproses-proses lain. Pemasakan dan merserisasi kapas serta pemucatan semua kain adalah sumber limbah cair yang penting, yang menghasilkan asam, basa, COD, BOD, padatan tersuspensi dan zat-zat kimia.Proses-proses ini menghasilkan limbah cair dengan volume besar, pH yang sangat bervariasi dan beban pencemaran yang tergantung pada proses dan zat kimia yang digunakan. Pewarnaan dan pembilasan menghasilkan air limbah yang berwarna dengan COD tinggi dan bahan-bahan lain dari zat warna yang dipakai, seperti fenol dan logam. DiIndonesia zat warna berdasar logam (krom) tidak banyak dipakai. Proses pencetakan menghasilkan limbah yang lebih sedikit daripada pewarnaan.
JENIS LIMBAH
1. Logam berat terutama As, Cd, Cr, Pb, Cu, Zn.
2. Hidrokarbon terhalogenasi (dari proses dressing dan
finishing)
3. Pigmen, zat warna dan pelarut
organic
4. Tensioactive (
surfactant)

PENANGANAN LIMBAH
  1. Langkah pertama untuk memperkecil beban pencemaran dari operasi tekstil adalah program pengelolaan air yang efektif dalam pabrik, menggunakan :
    • Pengukur dan pengatur laju alir
    • Pengendalian permukaan cairan untuk mengurangi tumpahan
    • Pemeliharaan alat dan pengendalian kebocoran
    • Pengurangan pemakaian air masing-masing proses
    • Otomatisasi proses atau pengendalian proses operasi secara cermat
    • Penggunaan kembali alir limbah proses yang satu untuk penambahan (make-up) dalam proses lain (misalnya limbah merserisasi untuk membuat penangas pemasakan atau penggelantangan)
    • Proses kontinyu lebih baik dari pada proses batch (tidak kontinyu)
    • Pembilasan dengan aliran berlawanan
  2. Penggantian dan pengurangan pemakaian zat kimia dalam proses harus diperiksa pula :
    • Penggantian kanji dengan kanji buatan untuk mengurangi BOD
    • Penggelantangan dengan peroksi da menghasilkan limbah yang kadarnya kurang kuat daripada penggelantangan pemasakan hipoklorit
    • Penggantian zat-zat pendispersi, pengemulsi dan perata yang menghasilkan BOD tinggi dengan yang BOD-nya lebih rendah.
  3. Zat pewarna yang sedang dipakai akan menentukan sifat dan kadar limbah proses pewarnaan. Pewarna dengan dasar pelarut harus diganti pewarna dengan dasar air untuk mengurangi banyaknya fenol dalam limbah. Bila digunakan pewarna yang mengandung logam seperti krom, mungkin diperlukan reduksi kimia dan pengendapan dalam pengolahan limbahnya.Proses penghilangan logam menghasilkan lumpur yang sukar diolah dan sukar dibuang. Pewarnaan dengan permukaan kain yang terbuka dapat mengurangi jumlah kehilangan pewarna yang tidak berarti.
  4. Pengolahan limbah cair dilakukan apabila limbah pabrik mengandung zat warna, maka aliran limbah dari proses pencelupan harus dipisahkan dan diolah tersendiri. Limbah operasi pencelupan dapat diolah dengan efektif untuk menghilangkan logam dan warna, jika menggunakan flokulasi kimia, koagulasi dan penjernihan (dengan tawas, garam feri atau poli-elektrolit). Limbah dari pengolahan kimia dapat dicampur dengan semua aliran limbah yang lain untuk dilanjutkan ke pengolahan biologi.
Jika pabrik menggunakan pewarnaan secara terbatas dan menggunakan pewarna tanpa krom atau logam lain, maka gabungan limbah sering diolah dengan pengolahan biologi saja, sesudah penetralan dan ekualisasi. Cara-cara biologi yang telah terbukti efektif ialah laguna aerob, parit oksidasi dan lumpur aktif. Sistem dengan laju alir rendah dan penggunaan energi yang rendah lebih disukai karena biaya operasi dan pemeliharaan lebih rendah. Kolom percik adalahcara yang murah akan tetapi efisiensi untuk menghilangkan BOD dan COD sangat rendah, diperlukan lagi pengolahan kimia atau pengolahan fisik untuk memperbaiki daya kerjanya.
Untuk memperoleh BOD, COD, padatan tersuspensi, warna dan parameter lain dengan kadar yang sangat rendah, telah digunakan pengolahan yang lebih unggul yaitu dengan menggunakan karbon aktif, saringan pasir, penukar ion dan penjernihan kimia.
PEMANFAATAN LIMBAH
Industri tekstil tidak banyak menghasilkan banyak limbah padat. Lumpur yang dihasilkan pengolahan limbah secara kimia adalah sumber utama limbah pada pabriktekstil . Limbah lain yang mungkin perlu ditangani adalah sisa kain, sisa minyak dan lateks. Alternatif pemanfaatan sisa kain adalah dapat digunakan sebagai bahan tas kain yang terdiri dari potongan kain-kain yang tidak terpakai, dapat juga digunakan sebagai isi bantal dan boneka sebagai pengganti dakron.
Lumpur dari pengolahan fisik atau kimia harus dihilangkan airnya dengan saringan plat atau saringan sabuk (belt filter). Jika pewarna yang dipakai tidak mengandung krom atau logam lain, lumpur dapat ditebarkan diatas tanah. Jika lumpur mengandung logam, maka ia harus disimpan ditempat yang aman, sampai ada suatu tempat pengolahan limbah berbahaya yang dikembangkan diIndonesia , dan yang ada pada saat ini adalah Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B-3) di Cilengsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Kombinasi proses pada penanganan limbah tekstil
Limbah tekstil diketahui memiliki padatan tersuspensi dalam jumlah yang banyak, warna yang kuat, pH yang sangat berfluktuatif, suhu tinggi dan konsentrasi COD yang tinggi. Sebagai contoh, limbah tekstil dari suatu perusahaan yang berlokasi di Banwol Industrial Complex di Korea memiliki BOD 870 mg/l, warna 1340 PtCo unit, pH 11,0, suhu 420C dan konduktivitas 2630 mmho/cm. Polutan utama dalam limbah tekstil berasal dari proses pewarnaan dan finishing yang melibatkan pewarna baik sintetis maupun alami agar dihasilkan warna yang permanen.
Banyak metode yang digunakan dalam perlakuan limbah tekstil. Metode-metode tersebut diantaranya koagulasi kimia, oksidasi elektrokimia, filtrasi dan biologi. Beberapa metode dikembangkan baik secara individu maupun kombinasi. Proses-proses individu memiliki banyak problema. Sebagai contoh, dalam proses koagulasi kimia sejumlah besar Lumpur dapat dihasilkan dan kapabilitas perlakuan rendah. Oksidasi elektrokimia dapat mereduksi polutan namun meningkatkan biaya perlakuan. Perlakuan biologis lebih sulit karena membutuhkan bioreaktor spesifik. Oleh sebab itu kombinasi proses dianggap lebih baik.
Isolat mikroorganisme (Aeromonas sp dan Pseudomonas sp) dapat mengurangi pewarna dari limbah cair secara efektif dan tidak membutuhkan kolam Lumpur aktif sehingga dapat mengurangi biaya operasional, biaya konstruksi dan luas fasilitas jika diterapkan dalam kombinasi yang terdiri dari pretreatment biologi, koagulasi kimia dan oksidasi elektrokimia.
Perlakuan biologis dalam skala laboratorium adalah dalam reaktor 4,5 l (dengan volumen keja 3 l) dan pilot plant 1800 l (volumen kerja 1420 l) dan berat kering mikroorganisme yang diinokulasikan ke reaktor 1200 mg. Waktu retensi hidaulik dibuat konstan 2 hari. Dalam proses ini koagulan kimia yang digunakan adalah FeCl3.6H2O 3,25 x 10-3 mol/l dengan kondisi reaksi pada pH 6. Oksidasi elektrokimia dengan konsentrasi elektrolit NaCl 25 mM densitas 2,1 mA/cm2 dan laju aliran 0,7 l/menit.
Dalam skala laboratorium, inokulasi aeromonas salmonicida dan Pseudomonas vesicularis dengan media pendukung mampu menurunkan COD dari 750 mg/l menjadi 272 mg/l, sedang pada control mencapai 499 mg/l dan tanpa media pendukung 431 mg/l setelah 6 hari. Reduksi COD umumnya terhenti/relatif stabil antara 2 – 3 hari setelah inokulasi.
Dalam skala pilot plant reduksi COD dan warna terjadi pada mikroorganisme tanpa pendukung. COD turun 38,2 % dan warna 27,4 % setelah 5 hari pada perlakuan biologis. Pada perlakuan dengan media pendukung COD turun 68,8% dan warna 54,5 % sehingga terjadi perbaikan reduksi COD 30,6 % dan warna 27,1 %. Selama operasional konsentrasi DO dijaga 3 – 4 mg O2/l.
Jika digunakan media pendukung, konsentasi MLSS meningkat 3 kali lipat menjadi 570 mg/l dan hanya sekitar 27 % MLSS yang tersuspensi. tanpa media pendukung sebesar 210 mg/l. Pada proses Lumpur aktif konvensional, membutuhkan MLSS 300 – 400 mg/l sehingga proses ini menunjukkan efektivitas yang tinggi dengan konsentrasi MLSS yang rendah.
Penggunaan media pendukung juga mengefisienkan waktu retensi Lumpur yang mencapai 6 hari dibandingkan dengan control yang hanya 2 hari.

titrasi pengendapan (penentuan klorida)

TITRASI PENGENDAPAN ( PENENTUAN KLORIDA )

1.      TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa mampu melakukan standarisasi dan penentuan pada titrasi pengendapan dengan metode Mohr.

2.      RINCIAN KERJA
v  Standarisasi Larutan AgNO3
v  Penentuan kadar klorida pada cuplikan

3.      TEORI
Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang didasarkan pada reaksi pembentukan endapan antara analit dengan titran. Terdapat 3 macam titrasi pengendapan yang dibedakan dari indicator yang digunakan :
1.      Metode Mohr
2.      Metode Volhard
3.      Metode Adsorbsi
Pada titrasi yang melibatkan garam-garam perak, ada 3 indikator yang dapat dipergunakan. Metode Mohr menggunakan ion kromat CrO42- untuk mengendapkan AgCrO4 berwarna cokelat. Metode Volhard menggunakan ion Fe3+ untuk membentuk kompleks berwarna dengan ion tiosianat SCN-. Dengan metode Fajans menggunakan “indicator adsorbsi”.
Seperti suatu system asam basa dapat dipergunakan sebagai suatu indicator untuk titrasi asam basa, maka pembentukan endapan dapat juga digunakan sebagai petunjuk akhir suatu titrasi. Pada metode Mohr, yaitu pembentukan klorida dengan ion perak dengan indicator ionm kromat, penampilan pertama yang tetap dari endapan perak kromat yang berwarna kemerah-merahan dianggap sebagai suatu titik akhir suatu titrasi.
Merupakan hal yang di inginkan bahwa pengendapan indicator dekat pada titik ekivalen. Perak kromat lebih larut (sekitar 8,4 x 10-5) daripada perak klorida (1 x 10-5 mol/liter). Jika ion perak ditambahkan kepada sebuah larutan yang mengandung ion klorida dalam konsentrasi yang besar dan ion kromat dalam konsentrasi yang lebih kecil, maka perak klorida akan terlebih dahulu mengendap membentuk endapan berwarna putih, perak kromat baru akan terbentuk sesudah konsentrasi ion perak meningkat sampai melampaui harga Kkel perak kromat.
nitrat. Selain itu juga dapaty menentukan ion sianida dalam larutan yang sedikit alkalis.

4.      ALAT YANG DIGUNAKAN

v  Neraca analitis
v  Kaca arloji
v  Erlemnyer 250 ml
v  Buret 50 ml
v  Pipet ukur 25 ml
v  Gelas kimia 100 ml, 250 ml
v  Labu takar 100 ml, 250 ml
v  Spatula
v  Bola karet


5.      BAHAN YANG DIGUNAKAN
v  AgNO3
v  Indikator K2CrO4
v  NaCl P.a
v  Cuplikan yang mengandung Cl-

6.      PROSEDUR PERCOBAAN
6.1  Standarisasi Larutan Baku AgNO3
v  Menimbang 8,5 gr perak nitrat dan menambahkan air aquadest sampai 500 ml dalam labu takar. Jaga jangan sampai terkena sinar matahari.
v  Menimbang dengan teliti 3 Cuplikan Natrium klorida yang murni dan kering seberat 0,20 gr dalm 3 erlemenyer 250 ml.
v  Melarutkan tiap contoh dalam 50 ml air aquadest dan menambahkan 2 ml 0,1 M kalium kromat.
v  Mentitrasi cuplikan dengan larutan perak nitrat sampai terjadi perubahan warna menjadi kemerah-merahan yang stabil.

6.2  Penentuan Klorida
v  Menimbang dengan teliti cuplikan, melarutkan ke dalam air sampai 100 ml.
v  Mengambil 25 ml alikot, memasukkan kedalam erlemenyer 250 ml.
v  Menambahkan 3 tetes indicator kalium kromat.
v  Mentitrasikan dengan larutan baku perak nitrat sampai terjadi perubahan warna menjadi kemerah-merahan yang stabil.



7.      DATA PENGAMATAN
7.1  Standarisasi Larutan Baku/Standar AgNO3
No
Volume analit (NaCl)
Volume Titran (AgNO3)
1
200 ml
38,5 ml
2
200 ml
36,5 ml
3
200 ml
39,5 ml

Vrat-rata= 38,16 ml

7.2 Penentuan Cl- dengan AgNO3
No
Volume Anait
Volume Titran (AgNO3)
1
25 ml
29 ml
2
25 ml
27 ml
3
25 ml
26 ml

Vrata-rata= 27, 34 ml


9.      PERTANYAAN
1.      Apakah yang dimaksud dengan argentometri?
Jawab: Argentometri yaitu titrasi dengan menggunakan AgNO3 sebagai titran terbentuk garam perak yang sukar larut.

2.      Pada titrasi yang telah anda lakukan diatas, tuliskan standar primer, standar sekunder,analit dan indicator!
Jawab:
v  Standar primer             : AgNO3
v  Standar sekuder          : NaCl
v  Analit                          : KCl.NaCl
v  Indikator                     : K2CrO4

3.      Tuliskan titrasi pengendapan yang bukan argentometri?
Jawab:
v  Ion SO42-, titran Pb (NO3), indicator ditizon
v  Ion PO43-, titran Pb (Ac)2, indicator dibromoflourescen
v  Ion Cl-, titran Hg2 (NO3), indicator biru bromfenol

10.   ANALISIS DATA
Pada standarisasi larutan baku yaitu menggunakan dengan perak nitrat sebagai titran, dengan melarutkanya sampai 500 ml. Kemudian cuplikan yang dipakai adalah Natrium klorida (NaCl). Kemudian dengan menambahkan 2 ml 0,1 M kalium kromat dilanjutkan dengan titrasi oleh AgNO3.
Pada percobaan, jika ion perak ditambahlan pada larutan yang mengandung Cl- dalam konsentrasi besar dan ion kromat dalam konsentrasi kecil, maka perak klorida akan terlebih dahulu mengendap membentuk endapan berwarna putih. Perak kromat baru akan terbentuk sesudah konsentrasi ion perak meningkat sampai melampaui Kkel perak kromat. Mentitrasi cuplikan dengan AgNO3 sampai warnanya kemerah-merahan, sehingga dapat diketahui volume titrannya. Pada standarisasi larutan baku AgNO3 ini dengan gram anait 0,20 gram dari 3 erlemenyer yang berbeda didapatkan volume titran yang berbeda, yaitu sebagai berikut:
·         Pada erlemenyer 1→ volume AgNO3 29 ml
·         Pada erlemenyer 2→ volume AgNO3 36,5 ml
·         Pada erlemenyer 3→ volume AgNO3 39,5  ml
Sehingga didapat volume rata-rata titran (AgNO3) yaitu38,6 ml. Sedangkan pada saat penentuan klorida dengan cuplikan KCl 0,75 gr dalam 100 ml dan mengambil 25 alikot untuk mentitrasi dengan AgNO3 dan menambahkan  3 tetes indicator kalium kromat. Titrasi sampai warnanya kemerah-merahan. Volume titran yang dibutuhkan untuk titrasi itu:
·         Pada erlemenyer 1→ volume AgNO3 29 ml
·         Pada erlemenyer 2→ volume AgNO3 27 ml
·         Pada erlemenyer 3→ volume AgNO3 26  ml
Sehingga diperoleh volume rata-rata titran yang dipakai adalah27,34 ml.

11.  KESIMPILAN
v  Titrasi pengendapan adalah titrasi yang didasarkan pada reaksi pembentukan endapan antara analit dengan titran.
v  Pada percobaan standar primernya adalah AgNO3, standar sekundernya adalah NaCl, analitnya adalah KCl.NaCl, dan indikatornya K2CrO4.
v  Pada standarisasi larutan AgNO3, normalitas yang didapat adalah 0.09 grek/l. Sedangkan pada penentuan klorida % Cl yang didapat adalah 11,65%.




DAFTAR PUSTAKA               

Erlinawati . Fatria . Ningsih , Aisyah suci.2010 “Kimia Analisis Dasar : Titrasi Pengendapan”, Palembang: Politeknik Negeri Sriwijaya.Jurusan Teknik Kimia.

Kepala Seksi Laboraturium Kimia Analisis Dasar . 2010.”Penuntun Praktikum Kimia Analisis Dasar: Titrasi pengendapan”. Palembang:Politeknik Negeri Sriwijaya Jurusan Teknik Kimia.